Kamis, 06 Juni 2013

Aqiqah Setelah Hari Ketujuh



بسم الله الرحمن الحيم
Segala puji bagi Alloh, shalawat serta salam semoga tercurah bagi Rasululloh dan segenap keluarga, shahabat serta seluruh ahlisunnah waljamaaah hingga akhir zaman.Amin.
Para fuqoha berbeda pandangan dalam masalah melaksanakan aqiqah setelah hari ketujuh kepada tiga pendapat :
1.Pendapat pertama ;
 Hukum :Tidak boleh menyembelih aqiqah setelah lewat hari ketujuh.
Ulama : ini yang masyhur dari madzhab Imam Malik, dan ini adalah pendapat yang dipilih Al amir Ashon’any dan Almubarkafury dan penulis Aunulma’bud[1].
Dalil : hadits-hadits yang menyatakan bahwa aqiqah dilakukan pada hari ketujuh yang mengandung mafhum mukholafah bahwa tidak boleh setelah hari itu.
Nash ulama :   Berkata Almubarkafury : yang dhohir bahwa aqiqah telah ditentukan waktunya pada hari ketujuh, maka pendapat  Malik lah yang tampak (rajih), wallohu Ta’ala A’lam, adapun riwayat hari ketujuh yang kedua ( ke 14 ) dan ketujuh yang ketiga ( ke 21 ),maka adalah riwayat yang dhoif[2].
2.Pendapat Kedua :
Hukum : boleh menyembelih aqiqah pada hari ketujuh yang kedua ( 14 ) dan hari kelipatan tujuh yang ketiga ( 21 ).
Ulama : dinukil dari Aisyah ra dan Ishaq dan ini adalah satu pendapat dalam Madzhab Syafi’y dan satu riwayat ibnu Habib dari Imam Malik.Adapun AlHafidh Ibnu AbdilBarr maka beliau menguatkan bahwa hanya diperbolehkan pada hari ketujuh dan ketujuh yang kedua ( 14 ), sebagaimana diriwayatkan Ibnu Wahb dari Malik[3].Dan pendapat kedua ini juga satu riwayat dari Imam Ahmad.
Nash ulama : berkata shalih bin Ahmad ; ayahku berkata tentang aqiqah bahwa itu dilakukan pada hari ketujuh jika tidak bisa maka pada hari keempatbelas,jika tidak bisa maka pada hari keduapuluhsatu[4].
Berkata Imam Tirmidzy setelah membawakan hadits Samuroh : ( Pendapat ) inilah yang diamalkan para ulama dimana mereka menyukai penyembelihan aqiqah anak dilakukan pada hari ketujuh, jika tidak bisa maka pada hari keempatbelas, dan jika tidak bisa maka pada hari keduapuluhsatu[5].
Berkata Atho’; jika mereka tidak dapat melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh maka aku suka jika diakhirkan ke hari kelipatan tujuh yang lain.
Berkata Ibnu Wahb dari Malikiyah ; tidak mengapa dilakukan aqiqah pada hari ( kelipatan ) tujuh yang ketiga[6].
Dalil mereka : hadits diriwayatkan oleh AlBaihaqy dengan sanadnya ;
عن إسماعيل بن مسلم عن قتادة عن عبدالله ابن بريدة عن أبيه عن النبي e قال :( العقيقة تذبح لسبع ولأربع عشرة ولإحدى وعشرين ) رواه البيهقي
Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Naby e bersabda ; aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh atau keempatbelas atau keduapuluhsatu ( HR.Baihaqy )[7].
Alhafidh Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa Thabrany mengeluarkan hadits ini dari riwayat Ismail bin Muslim dari Abdullah bin Buraidah, namun Ismail dhoif dan bersendiri sebagaimana disebutkan oleh Thabrany[8].Maka hadits ini dhoif sebagaimana dikatakan  Syaikh Albany[9].Akan tetapi hadits ini juga datang secara mauquf dari Aisyah ra sebagaimana diriwayatkan AlHakim dalam Mustadrok dengan sanadnya ;
عن عطاء عن أم كرز وأبي كرز قالا :( نذرت امرأة من آل عبد الرحمن بن أبي بكر إن ولدت امرأة عبد الرحمن نحرت جزوراً . فقالت عائشة رضي الله عنها : لا بل السنة أفضل عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة تقطع جُدولاً ولا يكسر لها عظم فيأكل ويطعم ويتصدق وليكن ذلك يوم السابع فإن لم يكن ففي أربعة عشر فإن لم يكن ففي إحدى وعشرين ) وقال الحاكم : صحيح الإسناد ووافقه الذهبي (445) .
Dari Atho’ dari Umm Kurz dan Aby Kurz keduanya berkata ; seorang perempuan dari keluarga Abdurrahman bin Abu bakr ra bernadzar bahwa jika istri Abdurrahman melahirkan ( dengan selamat ) ia akan menyambelih unta.Maka  Aisyah ra berkata ; bukan, tetapi sunnahnya yang afdhol untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan seekor kambing, dipotong-potong  namun tidak dipecahkan tulangnya,dimakan dan di sedekahkan, dan hendaknya dilakukan pada hari ketujuh ,jika tidak bisa maka pada hari keempatbelas dan jika tidak bisa maka pada hari keduapuluhsatu.( HR.Alhakim, beliau berkata sanadnya shahih dan disepakati oleh Dzahaby )[10].
Berkata syaikh Albany ra ; semua perawinya tsiqat lagi dikenal karena seluruhnya adalah perawi Imam Muslim selain Ibrahim bin Abdullah ,dia adalah Asa’dy Annaysabury dan dia shaduq sebagaimana disebutkan oleh Dzahaby dalm Al Mizan, dan selain Abu Abdullah Muhammad bin Yaqub Asyaibany, ia adalah hafidh kabir mushannif  dikenal dengan nama ibnul ahzam ,wafat tahun 334 H, biografinya ada dalm Attadzkirah 3/76-77, aku berkata ( Albany ra ); atas dasar ini, dhohir hadits ini adalah shahih namun menurutku ia memiliki dua illah[11].Lalu beliau rahimahullah menyebutkan dua illah tersebut yaitu syudzudz dan inqitho’  dan idraaj.
Hujjah pendapat kedua ini adalah bahwa dalam hadits ini bahwa ini adalah perkiraan dan dhahirnya bahwa Aisyah tidak mungkin berpendapat demikian kecuali atas dasar tauqif ( petunjuk Naby e )[12].
3.Pendapat Ketiga :
Hukum : boleh kapan saja dilakukan aqiqah setelah lewat hari ketujuh dengan memperhatikan jumlah kelipatan pekan.
Ulama : Ini adalah satu riwayat dalam madzhab Hanbaly, dan merupakan pendapat Abu Abdillah Al Busyanjy dari kalangan ulama syafi’iyah.Dan dalam pendapat yang mukhtar atau dipilih menurut madzhab Syafi’iy boleh dilakukan kapan pun sesuai kemampuan walau tanpa memperhatikan kelipatan hari atau pekan.
Nash ulama : Berkata Imam Nawawy ra : madzhab kami adalah bahwa aqiqah tidak luput walau pun ditunda dari hari ketujuh, dan ini adalah pendapat Jumhur ulama di antaranya adalah Aisyah, Atho’ dan Ishaq[13].Disebutkan dalam kifayatul akhyar : dan  pendapat yang terpilih bahwa aqiqah dilakukan sebelum selesai dari nifas, jika telah terlewati maka dilakukan sebelum selesai dari susuan, jika terlewati maka dilakukan sebelum tujuh tahun, jika terlewati maka dilakukan sebelum baligh[14].
   Dan ini adalah riwayat lain dalam Madzhab Hanbaly, berkata Al Mardawy ; perhatian, mafhum dari ucapan ( jika terlewati ), yaitu tidak dilakukan aqiqah pada hari ketujuh.(maka pada hari keempatbelas,jika terlewat maka pada hari keduapuluhsatu)yakni bahwa jumlah pekan tidak lagi diperhatikan setelah itu, maka boleh dilakukan aqiqah setelah itu kapan saja dikehendaki.Ini adalah satu dari dua pendapat .Dan sekaligus pendapat kebanyakan dari ulama Hanabilah dan dishahihkan oleh Ibnu Raziin dalm syarh-nya.Disebutkan dalam Ar Ri’ayah Al Kubra ; jika terlewat maka ( dilakukan ) pada hari keduapuluhsatu atau setelahnya.Disebutkan dalam Al Kafy ; jika ditunda dari hari keduapuluhsatu maka boleh dilakukan setelahnya, karena telah ada sebabnya[15].Berkata Syaikh Ibnu Qudamah Al Maqdisy ; jika disembelih ( aqiqah ) sebelumnya atau sesudahnya maka boleh, karena tujuaannya yaitu mengadakan sembelihan terjadi.Dan jika melewati hari ke duapuluhsatu maka bisa dimungkinkan disukai pada kelipatan pekan, sehingga dilakukan pada hari ke duapuluhdelapan,jika tidak maka pada hari ke tigapuluhlima, atas dasar inilah diqiyaskan kepada hari yang sebelumnya, dan kemungkinan kedua adalah diperbolehkan ( mengadakan aqiqah ) pada setiap kesempatan, karena ia merupakan qodho terhadap sesuatu yang luput.Sehingga tidak dibatasi waktunya, seperti qodho udhhiyah dan selainnya[16].
Ini juga pendapat Ibnu Hazm Adhahiry dan Al Laits bin Saad dan Muhammad bin Sirin[17].
Berkata Al Laits : dilakukan aqiqah untuk anak yang lahir pada hari ketujuh.Maka tidak mengapa dilakukan aqiqah untuknya setelah ( tanggal) itu, dan tidak harus dilakukan aqiqah pada hari kelipatan tujuh[18].
Berkata Ibnu Hazm ; Jika tidak dilakukan aqiqah pada hari ketujuh maka boleh dilakukan setelah itu kapan saja ada kesempatan[19].
Kami berpandangan bahwa pendapat ketiga ini –Wallohu a’lam- adalah yang rajih.Pendapat ini juga merupakan pendapat ;
·         Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ra, beliau berkata[20] ;
الشرح الممتع على زاد المستقنع - (7 / 491)
نقول: إذا كانت الواجبات الشرعية يشترط فيها القدرة فالمستحبات من باب أولى، فالفقير لا نقول له: اذهب واقترض، لكن إذا كان الإنسان لا يجد الآن، إلا أنه في أمل الوجود كموظف ولد له ولد في نصف الشهر، وراتبه على قدر حاجته فهو الآن ليس عنده دراهم، لكن في آخر الشهر سيجد الدراهم، فهل نقول: اقترض ثمن العقيقة واشتر به حتى يأتيك الراتب، أو نقول: انتظر حتى يأتيك الراتب؟ الثاني أحسن؛ لأنه يحصل به إبراء الذمة، ولا يدري الإنسان ربما تحصل فيما بين ولادة المولود وبين حلول الراتب أشياء تستلزم الأموال فيأتيه مرض، أو تنكسر السيارة، وما أشبه ذلك، فالأولى أن يقال: لا تقترض حتى إن رجوت الوفاء عن قرب فانتظر، والعقيقة لا تلزم في اليوم السابع، أو في اليوم الرابع عشر، أو الحادي والعشرين.
Kita katakan ; apabila kewajiban syariat saja disyaratkan padanya kemampuan maka apalagi  yang mustahab.Maka seorang yang faqir kita tidak mengatakan padanya ;pergilah untuk berhutang, namun jika seorang tidak punya ( uang ) saat ini tetapi dia memiliki harapan untuk punya biaya seperti pegawai yang mendapat anak pada pertengahan bulan sedangkan gajinya hanya pas untuk kebutuhan tetapnya dan saat itu tidak memiliki biaya, tetapi akhir bulan ia akan memiliki biaya, apakah kita katakan padanya berhutanglah untuk beraqiqah lalu bayarlah hutang di akhir bulan ataukah kita katakan tunggulah sampai engkau dapat gaji? Yang kedua lebih baik, karena dengan begitu ia tidak punya tanggungan.Dan seorang tidak mengetahui jika mungkin terjadi sesuatu antara kelahiran anaknya dan waktu pelunasan yang membutuhkan biaya mendesak seperti sakit,atau kecelakaan mobil atau yang semisalnya.Maka yang lebih utama dikatakan ; jangan berhutang walaupun engkau punya harapan melunasi dalam waktu dekat, tetapi tunggulah.Dan aqiqah tidak harus dilakukan pada hari ketujuh atau empatbelas atau keduapuluhsatu.
·         Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhohullah, beliau berkata[21] ;
المنتقى من فتاوى الفوزان - (84 / 4)
بالنسبة للعقيقة في حق الحي ما هو أفضل وقت لتأديتها ؟
الأفضل يوم سابعه، هذا هو الأفضل المنصوص عليه، فإن تأخرت عن ذلك فلا بأس بذلك ولا حد لآخر وقتها إلا أن بعض أهل العلم يقول : إذا كبر المولود يفوت وقتها، فلا يرى العقيقة عن الكبير، والجمهور على أنه لا مانع من ذلك حتى ولو كبر .
Adapun masalah aqiqah untuk yang masih hidup, kapankah waktu yang paling afdhol untuk melaksanakannya ? Yang paling afdhol adalah hari ketujuh, inilah yang paling utama yang berdasar dalil.Kalau ditunda dari hari itu maka tidak mengapa.Dan tidak ada batas akhir waktunya, hanya saja sebagian ulama mengatakan; apabila telah dewasa maka sudah lewat waktunya, maka tidak dilakukan aqiqah untuk dewasa.Tetapi Jumhur ulama mengatakan hal itu tidak mengapa walaupun sudah dewasa.
·         Fatwa Lajnah Daimah No 19599, yang berbunyi;
Soal : Telah menjadi kebiasaan di negeri kami bahwa jika seorang ibu hamil memasuki tujuh bulan dibuat kenduri dengan bemacam cara, berbeda satu tempat dengan yang lain.Juga setelah kelahiran dibacakan Maulid Naby e.Apakah pendapat Anda mengenai hal itu? Apakah ada dalil syar’i padanya?
Jawab : Kenduri kehamilan jika telah memasuki waktu tertentu dan setelah lahir dibacakan maulid Naby e , keduanya adalah bid’ah yang tidak memiliki dalil.Yang disyariatkan hanyalah aqiqah untuk bayi yang lahir, dua ekor kambing untuk bayi lelaki dan seekor untuk bayi perempuan, disembelih pada hari ketujuh, diberi nama dan digunduli rambut bayi laki-laki.Karena sabda Naby e ; setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih pada hari ketujuh, digunduli dan diberi nama[22].Dan karena Naby e pun memerintahkan aqiqah dua ekor kambing untuk anak lelaki dan untuk anak perempuan seekor.Jika tidak mampu melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh maka disembelih aqiqah kapan saja mampu. mampu.wabillahittaufiq.washollallohu ala nabiyyina muhammad wa alihi wasallam.
Al Lajnah Daimah Lilbuhuts Wal Ifta
Bakr Abu Zaid                                    - Anggota
Shalih Al Fauzan                                - Anggota
Abdullah Al Ghudyan                          – Anggota
Abdul aziz Al Syaikh                            - Wakil Ketua
Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz        - Ketua
Demikian,semoga bermanfaat.Wallohu a’lam bishowab.
Abdul Hakim bin Muhammad bin mukhlish  ghofarollohu lahu wa liwalidiihi
Bintaro, 7 Dzulhijjah 1433/22 Oktober 2012.
 
Sumber:  http://abdulhakimmuhammadmukhlish.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa setelah baca, mohon di like. ok