Segala puji bagi
Alloh, shalawat serta salam semoga tercurah bagi Rasululloh dan segenap
keluarga, shahabat serta seluruh ahlisunnah waljamaaah hingga akhir zaman.Amin.
Para fuqoha berbeda
pandangan dalam masalah melaksanakan aqiqah setelah hari ketujuh kepada tiga
pendapat :
1.Pendapat pertama ;
Hukum :Tidak boleh menyembelih aqiqah setelah lewat hari ketujuh.
Hukum :Tidak boleh menyembelih aqiqah setelah lewat hari ketujuh.
Ulama : ini yang masyhur dari madzhab Imam Malik, dan ini
adalah pendapat yang dipilih Al amir Ashon’any dan Almubarkafury dan penulis
Aunulma’bud[1].
Dalil : hadits-hadits yang menyatakan bahwa aqiqah dilakukan pada
hari ketujuh yang mengandung mafhum mukholafah bahwa tidak boleh setelah
hari itu.
Nash ulama : Berkata Almubarkafury : yang dhohir bahwa aqiqah telah
ditentukan waktunya pada hari ketujuh, maka pendapat Malik lah yang tampak (rajih), wallohu Ta’ala
A’lam, adapun riwayat hari ketujuh yang kedua ( ke 14 ) dan ketujuh yang ketiga
( ke 21 ),maka adalah riwayat yang dhoif[2].
2.Pendapat Kedua :
Hukum : boleh menyembelih aqiqah pada hari ketujuh yang kedua ( 14 ) dan hari kelipatan tujuh yang ketiga ( 21 ).
Hukum : boleh menyembelih aqiqah pada hari ketujuh yang kedua ( 14 ) dan hari kelipatan tujuh yang ketiga ( 21 ).
Ulama : dinukil dari Aisyah ra dan Ishaq dan ini adalah satu
pendapat dalam Madzhab Syafi’y dan satu riwayat ibnu Habib dari Imam
Malik.Adapun AlHafidh Ibnu AbdilBarr maka beliau menguatkan bahwa hanya
diperbolehkan pada hari ketujuh dan ketujuh yang kedua ( 14 ), sebagaimana
diriwayatkan Ibnu Wahb dari Malik[3].Dan
pendapat kedua ini juga satu riwayat dari Imam Ahmad.
Nash ulama : berkata shalih bin Ahmad ; ayahku berkata tentang
aqiqah bahwa itu dilakukan pada hari ketujuh jika tidak bisa maka pada hari
keempatbelas,jika tidak bisa maka pada hari keduapuluhsatu[4].
Berkata Imam Tirmidzy setelah membawakan
hadits Samuroh : ( Pendapat ) inilah yang diamalkan para ulama dimana mereka
menyukai penyembelihan aqiqah anak dilakukan pada hari ketujuh, jika tidak bisa
maka pada hari keempatbelas, dan jika tidak bisa maka pada hari keduapuluhsatu[5].
Berkata Atho’; jika mereka tidak dapat
melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh maka aku suka jika diakhirkan ke hari
kelipatan tujuh yang lain.
Berkata Ibnu Wahb dari Malikiyah ; tidak
mengapa dilakukan aqiqah pada hari ( kelipatan ) tujuh yang ketiga[6].
Dalil mereka : hadits diriwayatkan oleh AlBaihaqy dengan sanadnya ;
عن
إسماعيل بن مسلم عن قتادة عن عبدالله ابن بريدة عن أبيه عن النبي e قال :( العقيقة تذبح لسبع ولأربع عشرة ولإحدى
وعشرين ) رواه البيهقي
Dari Abdullah
bin Buraidah dari ayahnya dari Naby e bersabda ; aqiqah itu
disembelih pada hari ketujuh atau keempatbelas atau keduapuluhsatu ( HR.Baihaqy
)[7].
Alhafidh Ibnu Hajar
juga menyebutkan bahwa Thabrany mengeluarkan hadits ini dari riwayat Ismail bin
Muslim dari Abdullah bin Buraidah, namun Ismail dhoif dan bersendiri
sebagaimana disebutkan oleh Thabrany[8].Maka
hadits ini dhoif sebagaimana dikatakan
Syaikh Albany[9].Akan
tetapi hadits ini juga datang secara mauquf dari Aisyah ra sebagaimana
diriwayatkan AlHakim dalam Mustadrok dengan sanadnya ;
عن
عطاء عن أم كرز وأبي كرز قالا :( نذرت امرأة من آل عبد الرحمن بن أبي بكر إن ولدت
امرأة عبد الرحمن نحرت جزوراً . فقالت عائشة رضي الله عنها : لا بل السنة أفضل عن
الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة تقطع جُدولاً ولا يكسر لها عظم فيأكل ويطعم
ويتصدق وليكن ذلك يوم السابع فإن لم يكن ففي أربعة عشر فإن لم يكن ففي إحدى وعشرين
) وقال الحاكم : صحيح الإسناد ووافقه الذهبي (445) .
Dari Atho’ dari
Umm Kurz dan Aby Kurz keduanya berkata ; seorang perempuan dari keluarga
Abdurrahman bin Abu bakr ra bernadzar bahwa jika istri Abdurrahman melahirkan (
dengan selamat ) ia akan menyambelih unta.Maka Aisyah ra berkata ; bukan, tetapi sunnahnya yang
afdhol untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan
seekor kambing, dipotong-potong namun
tidak dipecahkan tulangnya,dimakan dan di sedekahkan, dan hendaknya dilakukan
pada hari ketujuh ,jika tidak bisa maka pada hari keempatbelas dan jika tidak
bisa maka pada hari keduapuluhsatu.( HR.Alhakim, beliau berkata sanadnya shahih
dan disepakati oleh Dzahaby )[10].
Berkata syaikh
Albany ra ; semua perawinya tsiqat lagi dikenal karena seluruhnya adalah perawi
Imam Muslim selain Ibrahim bin Abdullah ,dia adalah Asa’dy Annaysabury dan dia
shaduq sebagaimana disebutkan oleh Dzahaby dalm Al Mizan, dan selain Abu
Abdullah Muhammad bin Yaqub Asyaibany, ia adalah hafidh kabir mushannif dikenal dengan nama ibnul ahzam ,wafat
tahun 334 H, biografinya ada dalm Attadzkirah 3/76-77, aku berkata ( Albany ra
); atas dasar ini, dhohir hadits ini adalah shahih namun menurutku ia memiliki
dua illah[11].Lalu beliau rahimahullah
menyebutkan dua illah tersebut yaitu syudzudz dan inqitho’ dan idraaj.
Hujjah pendapat
kedua ini adalah bahwa dalam hadits ini bahwa ini adalah perkiraan dan
dhahirnya bahwa Aisyah tidak mungkin berpendapat demikian kecuali atas dasar
tauqif ( petunjuk Naby e )[12].
3.Pendapat Ketiga :
Hukum : boleh kapan saja dilakukan aqiqah setelah lewat hari ketujuh dengan memperhatikan jumlah kelipatan pekan.
Ulama : Ini adalah satu riwayat dalam madzhab Hanbaly, dan merupakan pendapat Abu Abdillah Al Busyanjy dari kalangan ulama syafi’iyah.Dan dalam pendapat yang mukhtar atau dipilih menurut madzhab Syafi’iy boleh dilakukan kapan pun sesuai kemampuan walau tanpa memperhatikan kelipatan hari atau pekan.
Nash ulama : Berkata Imam Nawawy ra : madzhab kami adalah bahwa aqiqah tidak luput walau pun ditunda dari hari ketujuh, dan ini adalah pendapat Jumhur ulama di antaranya adalah Aisyah, Atho’ dan Ishaq[13].Disebutkan dalam kifayatul akhyar : dan pendapat yang terpilih bahwa aqiqah dilakukan sebelum selesai dari nifas, jika telah terlewati maka dilakukan sebelum selesai dari susuan, jika terlewati maka dilakukan sebelum tujuh tahun, jika terlewati maka dilakukan sebelum baligh[14].
Hukum : boleh kapan saja dilakukan aqiqah setelah lewat hari ketujuh dengan memperhatikan jumlah kelipatan pekan.
Ulama : Ini adalah satu riwayat dalam madzhab Hanbaly, dan merupakan pendapat Abu Abdillah Al Busyanjy dari kalangan ulama syafi’iyah.Dan dalam pendapat yang mukhtar atau dipilih menurut madzhab Syafi’iy boleh dilakukan kapan pun sesuai kemampuan walau tanpa memperhatikan kelipatan hari atau pekan.
Nash ulama : Berkata Imam Nawawy ra : madzhab kami adalah bahwa aqiqah tidak luput walau pun ditunda dari hari ketujuh, dan ini adalah pendapat Jumhur ulama di antaranya adalah Aisyah, Atho’ dan Ishaq[13].Disebutkan dalam kifayatul akhyar : dan pendapat yang terpilih bahwa aqiqah dilakukan sebelum selesai dari nifas, jika telah terlewati maka dilakukan sebelum selesai dari susuan, jika terlewati maka dilakukan sebelum tujuh tahun, jika terlewati maka dilakukan sebelum baligh[14].
Dan ini adalah riwayat lain dalam Madzhab
Hanbaly, berkata Al Mardawy ; perhatian, mafhum dari ucapan ( jika terlewati ),
yaitu tidak dilakukan aqiqah pada hari ketujuh.(maka pada hari keempatbelas,jika
terlewat maka pada hari keduapuluhsatu)yakni bahwa jumlah pekan tidak lagi
diperhatikan setelah itu, maka boleh dilakukan aqiqah setelah itu kapan saja dikehendaki.Ini
adalah satu dari dua pendapat .Dan sekaligus pendapat kebanyakan dari ulama
Hanabilah dan dishahihkan oleh Ibnu Raziin dalm syarh-nya.Disebutkan dalam Ar
Ri’ayah Al Kubra ; jika terlewat maka ( dilakukan ) pada hari keduapuluhsatu
atau setelahnya.Disebutkan dalam Al Kafy ; jika ditunda dari hari
keduapuluhsatu maka boleh dilakukan setelahnya, karena telah ada sebabnya[15].Berkata
Syaikh Ibnu Qudamah Al Maqdisy ; jika disembelih ( aqiqah ) sebelumnya atau
sesudahnya maka boleh, karena tujuaannya yaitu mengadakan sembelihan terjadi.Dan jika melewati hari ke duapuluhsatu maka
bisa dimungkinkan disukai pada kelipatan pekan, sehingga dilakukan pada hari ke
duapuluhdelapan,jika tidak maka pada hari ke tigapuluhlima, atas dasar inilah
diqiyaskan kepada hari yang sebelumnya, dan kemungkinan kedua adalah
diperbolehkan ( mengadakan aqiqah ) pada setiap kesempatan, karena ia merupakan
qodho terhadap sesuatu yang luput.Sehingga tidak dibatasi waktunya,
seperti qodho udhhiyah dan selainnya[16].
Ini juga
pendapat Ibnu Hazm Adhahiry dan Al Laits bin Saad dan Muhammad bin Sirin[17].
Berkata Al Laits
: dilakukan aqiqah untuk anak yang lahir pada hari ketujuh.Maka tidak mengapa
dilakukan aqiqah untuknya setelah ( tanggal) itu, dan tidak harus dilakukan
aqiqah pada hari kelipatan tujuh[18].
Berkata Ibnu
Hazm ; Jika tidak dilakukan aqiqah pada hari ketujuh maka boleh dilakukan
setelah itu kapan saja ada kesempatan[19].
Kami
berpandangan bahwa pendapat ketiga ini –Wallohu a’lam- adalah yang rajih.Pendapat
ini juga merupakan pendapat ;
الشرح الممتع على زاد المستقنع - (7 / 491)
نقول: إذا كانت الواجبات الشرعية يشترط فيها القدرة فالمستحبات
من باب أولى، فالفقير لا نقول له: اذهب واقترض، لكن إذا كان الإنسان لا يجد الآن، إلا
أنه في أمل الوجود كموظف ولد له ولد في نصف الشهر، وراتبه على قدر حاجته فهو الآن ليس
عنده دراهم، لكن في آخر الشهر سيجد الدراهم، فهل نقول: اقترض ثمن العقيقة واشتر به
حتى يأتيك الراتب، أو نقول: انتظر حتى يأتيك الراتب؟ الثاني أحسن؛ لأنه يحصل به إبراء
الذمة، ولا يدري الإنسان ربما تحصل فيما بين ولادة المولود وبين حلول الراتب أشياء
تستلزم الأموال فيأتيه مرض، أو تنكسر السيارة، وما أشبه ذلك، فالأولى أن يقال: لا تقترض
حتى إن رجوت الوفاء عن قرب فانتظر، والعقيقة لا تلزم في اليوم
السابع، أو في اليوم الرابع عشر، أو الحادي والعشرين.
Kita katakan ;
apabila kewajiban syariat saja disyaratkan padanya kemampuan maka apalagi yang mustahab.Maka seorang yang faqir kita
tidak mengatakan padanya ;pergilah untuk berhutang, namun jika seorang tidak
punya ( uang ) saat ini tetapi dia memiliki harapan untuk punya biaya seperti
pegawai yang mendapat anak pada pertengahan bulan sedangkan gajinya hanya pas
untuk kebutuhan tetapnya dan saat itu tidak memiliki biaya, tetapi akhir bulan
ia akan memiliki biaya, apakah kita katakan padanya berhutanglah untuk
beraqiqah lalu bayarlah hutang di akhir bulan ataukah kita katakan tunggulah
sampai engkau dapat gaji? Yang kedua lebih baik, karena dengan begitu ia tidak
punya tanggungan.Dan seorang tidak mengetahui jika mungkin terjadi sesuatu
antara kelahiran anaknya dan waktu pelunasan yang membutuhkan biaya mendesak
seperti sakit,atau kecelakaan mobil atau yang semisalnya.Maka yang lebih utama
dikatakan ; jangan berhutang walaupun engkau punya harapan melunasi dalam waktu
dekat, tetapi tunggulah.Dan aqiqah tidak harus dilakukan pada hari ketujuh
atau empatbelas atau keduapuluhsatu.
المنتقى من فتاوى الفوزان - (84 / 4)
بالنسبة للعقيقة في حق الحي ما هو أفضل وقت لتأديتها ؟
الأفضل يوم سابعه، هذا هو الأفضل المنصوص عليه، فإن تأخرت عن
ذلك فلا بأس بذلك ولا حد لآخر وقتها إلا أن بعض أهل العلم يقول : إذا كبر المولود يفوت
وقتها، فلا يرى العقيقة عن الكبير، والجمهور على أنه لا مانع من ذلك حتى ولو كبر .
Adapun masalah
aqiqah untuk yang masih hidup, kapankah waktu yang paling afdhol untuk
melaksanakannya ? Yang paling afdhol adalah hari ketujuh, inilah yang paling
utama yang berdasar dalil.Kalau ditunda dari hari itu maka tidak mengapa.Dan
tidak ada batas akhir waktunya, hanya saja sebagian ulama mengatakan;
apabila telah dewasa maka sudah lewat waktunya, maka tidak dilakukan aqiqah
untuk dewasa.Tetapi Jumhur ulama mengatakan hal itu tidak mengapa walaupun
sudah dewasa.
·
Fatwa Lajnah Daimah No 19599, yang berbunyi;
Soal :
Telah menjadi kebiasaan di negeri kami bahwa jika seorang ibu hamil memasuki
tujuh bulan dibuat kenduri dengan bemacam cara, berbeda satu tempat dengan yang
lain.Juga setelah kelahiran dibacakan Maulid Naby e.Apakah pendapat Anda mengenai hal itu? Apakah ada dalil
syar’i padanya?
Jawab : Kenduri kehamilan jika telah memasuki waktu tertentu
dan setelah lahir dibacakan maulid Naby e , keduanya adalah bid’ah yang tidak memiliki dalil.Yang
disyariatkan hanyalah aqiqah untuk bayi yang lahir, dua ekor kambing untuk bayi
lelaki dan seekor untuk bayi perempuan, disembelih pada hari ketujuh, diberi
nama dan digunduli rambut bayi laki-laki.Karena sabda Naby e ; setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih
pada hari ketujuh, digunduli dan diberi nama[22].Dan
karena Naby e pun memerintahkan aqiqah dua ekor kambing untuk anak
lelaki dan untuk anak perempuan seekor.Jika tidak mampu melaksanakan aqiqah
pada hari ketujuh maka disembelih aqiqah kapan saja mampu. mampu.wabillahittaufiq.washollallohu
ala nabiyyina muhammad wa alihi wasallam.
Al Lajnah Daimah Lilbuhuts Wal Ifta
Bakr Abu Zaid -
Anggota
Shalih Al Fauzan -
Anggota
Abdullah Al Ghudyan –
Anggota
Abdul aziz Al Syaikh - Wakil
Ketua
Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz -
Ketua
Demikian,semoga
bermanfaat.Wallohu a’lam bishowab.
Abdul Hakim bin
Muhammad bin mukhlish ghofarollohu
lahu wa liwalidiihi
Bintaro, 7
Dzulhijjah 1433/22 Oktober 2012.
Sumber: http://abdulhakimmuhammadmukhlish.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa setelah baca, mohon di like. ok